Invisible Letters
Chapter 3
Guardian
Saya
telah berkomunikasi dengan donghae selama seminggu sekarang. Setiap hari dia
akan mengejutkanku dengan gambar yang berbeda di notebook kita. Dialah yang
menjadi alasan kenapa saya mulai merambat (?) naik keperingkat pertama lagi.
“bagus
sekali Yeon ra, kamu menjawab dengan benar. Pertahankanlah.”
Mendengar
kalimat itu dari guruku membuatku menjadi lebih baik. Saya kembali ke diriku
yang biasanya sekarang.. sepertinya. Saya merasa ga terlalu kesepian saat malam
karena siwon akan menceritakan hal lucu padaku. Mempunyai dia disampingku
membuatku menerima masa laluku. Persahabatan kita hampir sempurna. Kalau saja
saya bisa melihat dia, kalau saja saya bisa mendengar dia.. kalau saja saya
bisa menyentuh dia.
“hey,
kenapa senyummu memudar?”
Itu
tertulis dibagian atas notebook. Saya duduk diatas tempat tidurku dan mengambil
bolpoin dan mulai menulis.
“siwon..
kapan saya bisa melihat kamu?”
Saya
bertanya tanpa ragu. Saya sangat ingin melihatnya. Saya mau melihat orang yang yelah
membuatku merasa lebih hidup dan bahagia.
“lihatlah
sekelilingmu dan kamu akan melihatku dimanapun. Itukah alasanmu kenapa kamu
sedih?”
Saya
menghela napas dan melihat kesekeliling. Ga ada tanda tanda siwon. Saya hanya
bisa merasakan kehadirannya melalui angin yang masuk dan keluar lewat jendela.
“I
want to see the real you..”
Saya
hampir menangis. Saya tau kalo saya ga sendiri dan ada siwon denganku setiap
saat, tapi ga melihat dia secara face to face denganku membuatku sedih juga.
“all
you have to do is to look harder and you’ll se me. You’ll see me soon…”
Ada
gambar seekor kuda dibawah pesannya. Gambarnya ga pernah gagal menghiburku.
Gambarnya selalu membuatku tersenyum.
“kenapa
kamu begitu menyukai kuda?”
“karena
senyumku mirip kuda (siwonest :: apa?? // author:: mianhae.. hahaha XP
*kaboooor). Menurutku. J”
“oh
dan menurutku entah kenapa kau itu tampan.”
Kataku
dan menggambar kuda disamping pesanku. Saya bisa merasakan tawa siwon, gila
memang tapi saya mendengar ketawanya diantara keheningan yang menyelimutiku.
Saya tau ketika dia tersenyum, saya hanya tau aja.
“sekarang
kamu tau saya suka kuda. Apa kamu juga suka kuda?”
Tanyanya.
Saya tau dia tersenyum padaku. Menunggu balasanku.
“sekarang
saya suka.”
Saya
tersenyum dan menyimpat notebook diatas meja belajar. Saya merasa lelah karena
sekolah. Saya memutuskan untuk tidur.
“you’ll
see me soon..”
Saya
mendengar seseorang mengucapkan kata kata itu. Saya membuka mata dan melihat
saya berada didalam kelas lagi. Terlihat sedikit berbeda dari terakhir saya melihatnya.
Tidak terlihat tak terurus lagi, terlihat baru dan terjaga. Saya memasuki
ruangan kelas dan melihat seseorang berjongkok disamping dinding yang bisa
pakai untuk menulis pesan saya pada siwon. Dia memungungi saya dan dia menulis
sesuatu.
Saya
berjalan mendekat untuk melihat siapa itu. Saya mendengar suara lagi. Saya
mendengar suara mengatakan kata kata yang sama.
“you’ll
see me soon.. you’ll see me now.”
Perlahan,
dia berdiri dan berbalik kearahku. Saya ga bisa melihat wajahnya tapi saya
pikir saya tau siapa namja yang berdiri didepanku.
“siwon?”
Saya
memanggilnya. Dan perlahan dia menunjukkan diri dan akhirnya saya melihat dia.
Saya mau memeluk dia dengan erat dan bilang padanya bagaimana terima kasihnya
saya karena memiliki dia dalam hidupku.
“apa
kamu bahagia sekarang?”
Tanyanya
dengan tersenyum. saya akhirnya melihat dia, saya akhirnya mendengar suaranya
dan saya akhirnya melihat senyyumnya yang saya sangat ingin lihat. Saya
mengangguk dan tersenyum padanya.
“saya
bahagia terima kasih ini semua karenamu.”
His smile then faded and his eyes looked away. I
started feeling scared and I don’t know the reason behind my sudden fear.
“saya
senang kamu bahagia. saya senang saya bertemu denganmu. Sekarang karena saya
telah membuatmu bahagia, saya rasa sekarang saatnya saya pergi.”
My heart was crushed when he said the word ‘go’. Is he
leaving already? I could suddenly feel my tears rolling down on my cheeks.
There’s still one more thing I want to tell him.
“are
you.. leaving?”
My voice was trembling and my hands were freezing. He
held my cheek and wiped my tears. For the first time he dried my tears himself,
he dried them without using the wind.
“saya
datang hanya untuk membuatmu bahagia. itulah tugasku sebagai gguardianmu.. dan
setelah saya memenuhi tugasku.. saya harus pergi.”
Airmataku
ga berhenti mengalir. Sekarang saya bahagia, kenapa dia harus pergi? Sekarang
saya menyadari kalau saya… mencintai dia kenapa dia harus pergi?
“bagaimana
jika saya ga bisa bahagia lagi? Akankah kamu kembali dan tinggal denganku
lagi?”
Tanyaku.
Dia memegang erat tanganku erat dan tersenyum.
“kamu
akan bahagia…. kalau kamu merasa sendiri lagi, saya berada disekitarmu..
mengawasimu seperti yang saya lakukan biasanya.”
“siwon
saya.. saya ga tau apa yang saya harus lakukan tanpamu..”
He pulled me into an embrace, a warm embrace that made
me feel secure. I hugged him back without the intention of letting go. I want
him to stay with me…forever.
“Remember I’ll always be beside you.”
With that he pulled away from the embrace and started
to disappear. Slowly, bit by bit his image is getting blurred.
“siwon…
saranghaeyo!”
I finally told him what I wanted to tell. I finally
let out my hidden emotions. I finally sent my message to him. Will he reply?
Will he send another message again?
